Sekilas tulisan ini adalah disadur dari berbagai sumber dan merupakan kompilasi yang dimaksud untuk melengkapi tulisan pengetahuan mengenai "Gedung Pantja Dharma UGM"
Disusun dan ditulis oleh:
1. Verry Mardiyanto (10/298471/DSA/04936)
2. Endra Permana (10/303853/DSA/04980)
3. Jatmo Sukodono J.P. (10/303905/DSA/05003)
4. Sauman Zainal Arifin (10//DSA/)
5. Hanif Aulia R. (10//DSA/)
A. Latar
Belakang
“Maka demikian pula Saudara-saudara, kita pada saat
sekarang ini, berada di dalam gedung yang oleh Menteri Muda Pekerjaan Umum dan
Tenaga dinamakan Wisma Puruhita, Wisma Murid yang oleh Presiden Universitas
Gadjah Mada dinamakan Wisma Pantjadharma, Gedung Lima Dharma, kewajiban dalam
arti yang biasa dipakai di Indonesia. Kecuali saya menegaskan bahwa gedung ini didirikan
dengan uang rakyat dan sebenarnya
milik rakyat dan untuk rakyat”. (Presiden Soekarno, 1959).
Tulisan di atas adalah kutipan pidato Presiden
Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno pada saat pembukaan Gedung Pusat
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tanggal 19 Desember 1959. Dari pidato presiden, secara
jelas dapat dipahami bahwa Gedung Pusat UGM yang berada di Bulak Sumur dan
sedang diresmikan tersebut diberi nama “Pantjadharma”. Sementara itu di tangga
naik ke lantai II Gedung Sekip Unit V terdapat sebuah prasati yang bertuliskan
“Gedung Pantjadharma” yang juga diresmikan oleh Presiden Soekarno dan
bertanggal yang sama dengan tanggal peresmian Gedung Pusat.
Pertanyaan dari polemik akhirnya muncul? Pertama, tentang pendirian gedung Panca
Dharma, seperti apa pendirian Gedung Panca Dharma? siapa saja yang terlibat dalam
pendirian gedung ini? digunakan untuk apa saja Gedung Panca Dharma di awal
pendiriannya? Mana sesungguhnya yang disebut Gedung Pantjadharma. Kantor Pusat UGM ataukah
Gedung Sekip Unit V yang sekarang ditempati Perpustakaan dan Arsip Universitas.
Kedua, Perubahan fungsi penggunaan
Gedung Panca Dharma, kapan awal terjadinya perubahan fungsi Gedung Panca
Dharma? seperti apa bentuk atau gambar visual Gedung Panca Dharma pada setiap
periode? Ketiga, Peranan Panitia
Gedung-Gedung UGM, bagaimana peranan Panitia Gedung-Gedung UGM selama
pembangunan dan kelangsungan penggunaan Gedung Panca Dharma? Dari
pertanyaan-pertanyaan itu akan dicari seperti apa Gedung Panca Dharma dan peranannya
dari awal didirikan hingga sekarang.
B. Mengenai
Gedung Pantjadharma
Dalam arsip Laporan Dies tersebut tertulis dalam
halaman 25 kalimat. “ Gedung-gedung yang sudah didirikan ialah: 1. Gedung Pusat
Tatausaha dengan lantai sebesar 18450 m2; 5. Gedung Pantjadharma
dengan lantainya sebesar 27000 m2; ....” (Laporan Rektor Tahun 1959)
Hasil temuan ini membuat pertanyaan mengenai Gedung
Pantjadharma menjadi terang. Kemungkinan besar yang dinamakan Pantjadharma
adalah 5 unit gedung yang ada di Sekip. Saat itu boleh jadi Presiden Soekarno
salah menafsirkan isi laporan atau sambutan Prof. Sardjito yang menyebut Gedung
Panjtadharma.
Gedung Panca Dharma memiliki peranan penting dalam
perkembangan dan perubahan yang terjadi di Universitas Gadjah Mada. Pada 17 Februari
1946, Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada didirikan. Beberapa gedung kemudian
dibangun dan digunakan sebagai ruang kuliah meskipun terpisah-pisah lokasinya.
Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Perguruan Tinggi Kedokteran,
Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan, Sekolah Tinggi Farmasi, dan Perguruan Tinggi
Pertanian berada di Klaten dari tahun 1946. Bahkan ada beberapa Fakultas yang
gedungnya berada di Jetis maupun Sala, termasuk kampus di Jl Kaliurang yang
sekarang dipakai sebagai kantor BNI 46, kampus Pagilaran yang digunakan untuk
Fakulteit Sastera Pedagogik dan Filsafat. Gedung Panca Dharma sebelumnya
disebut sebagai gedung Schiec-terrein
atau Lapangan Tembak Sekip. Selain Gedung Pusat yang peresmiannya pada tanggal
19 Desember 1959 dihadiri Ir Sukarno, pada tanggal yang sama di dalam salah
satu gedung Panca Dharma terdapat batu yang bertuliskan Gedung Pantja Dharma
UGM diresmikan oleh Ir Sukarno.
C.
Pantjadharma Sebagai Perpustakaan
Gedung Unit I pada awalnya digunakan untuk mahasiswa tingkat sarjana muda,
sedangkan gedung Unit II bagi mahasiswa tingkat sarjana. Namun setelah
dihapuskannya tingkat sarjana muda di perguruan tinggi, peraturan tersebut
tidak berlaku lagi.
Berdasarkan Surat Keputusan Rektor UGM Nomor 200/P/SK/HT/2008 Tanggal 9 Mei
2008, Perpustakaan Pascasarjana UGM yang semula menempati gedung seluas 1782 m2
di sebelah timur Perpustakaan UGM Unit I Bulaksumur, disatukan pengelolaannya
di bawah Perpustakaan Universitas. Kemudian gedung ini dijadikan Perpustakaan
Unit III Bulaksumur atau dikenal dengan Academic Resource Center (ARC).
Disebutkan, sejak tahun 1959, gedung tersebut menjadi gedung Perpustakaan
Pusat UGM, menggantikan gedung perpustakaan lama yang terletak di Jl.
Setjodiningratan (Hotel Limaran). Tanggal 31 Juli 1975, ketika Perpustakaan UGM
mendapat satu tambahan gedung yang terletak di selatan Gedung Pusat, maka
predikatnya tak lagi sebagai Perpustakaan Pusat. Demikian pula layanan yang
disediakan tinggal layanan peminjaman buku teks. Koleksi referensi dan kantor
pengelola dialihkan ke gedung baru, yang kemudian disebut sebagai Perpustakaan
Pusat UGM.
D.
Pantjadharma sebagai asrama
mahasiswa
Gedung-gedung
yang ada di Sekip itu sebenarnya tidak dirancang untuk ruang kuliah ataupun
perpustakaan. Unit I, II, III dan IV untuk asrama mahasiswa. Sedangkan Unit V
untuk kantor asrama, ruang pertemuan atau rapat dan ruang makan. Gedung Unit V
ada ruangan yang luas sekali, yang rencananya untuk tempat pertemuan.
Rencana
pendirian asrama mahasiswa disinggung oleh Presiden Universitas Prof. Dr. M.
Sardjito dalam Laporan Tahunan Universitit Gadjah Mada bagi Tahun Pengadjaran
1951/1952. Bahwa UGM mengalami kesulitan dalam menyediakan fasilitas perumahan
bagi mahasiswa, yang saat itu jumlahnya mencapai 3.439 orang. Untuk itu, pada
13 April 1952 dibentuk Yayasan Guna Dharma. Dimotori Sri Sultan Hamengku Buwono
IX, yayasan ini membantu UGM dalam membangun asrama mahasiswa. Dana senilai Rp.
10.000.000 pun segera dikucurkan atas bantuan Kementrian Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan, Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga dan Kementrian Keuangan.
Proses
pembangunannya selanjutnya dikupas oleh Presiden Universitas Prof. Sardjito
dalam Laporan Tahunan Universitit Gadjah Mada bagi Tahun Pengadjaran 1952/1953.
Dijelaskan kerja sama yang terjalin antara UGM, Jawatan Gedung-Gedung dengan
Yayasan Guna Dharma, bukan hanya membangun asrama mahasiswa untuk sekitar 1.000
orang, melainkan juga gedung tata usaha bertingkat dua, asrama mahasiswa di
Baciro, asrama putri, rumah-rumah guru dan gedung-gedung darurat.
Mantan
Kepala Biro Bangunan UGM, Ir. Sugeng Joyowirono, juga mengingat dengan baik
bahwa Gedung Sekip Unit V belum pernah dipakai untuk kantor asrama mahasiswa. Tetapi
gedung itu juga tidak didesain untuk
perpustakaan. Karena itu, ruangannya lalu disingget-singget, disesuaikan dengan
kebutuhan. Dan itu sampai sekarang.
Didesak oleh
kebutuhan akan ruang kuliah dan perpustakaan. Alasan inilah yang menyebabkan
sejumlah gedung di UGM, termasuk Gedung Sekip Unit V berubah fungsi dari
rencana awal peruntukannya. Ini seperti dikatakan Presiden Universitas Prof.
Dr. M. Sardjito dalam Laporan Tahunan UGM Bagi Tahun Pengajaran 1957/1958,
ketika menjelaskan rencana pemindahan Perpustakaan Pusat ke gedung baru di
Sekip, yang memiliki dua lantai, dengan salah satu lantainya berukuran 17 x 50
m.
E. Pantjadharma
Sebagai Gedung Konferensi Colombo Plan
Gedung
Pantja Dharma, dulu pernah dipakai untuk Konferensi Colombo Plan, konferensi untuk
mengkongkritkan Colombo Plan, serta pendahuluan bagi digelarnya Konferensi Asia
Afrika atas izin dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Setelah
konferensi selesai, gedung itu kembali diserahkan kepada Sri Sultan yang
kemudian dimanfaatkan oleh UGM.
F.
Simpulan
Jadi setelah membaca sedimikan rupa topik dan
penjelasan serta asal muasal gedung ini bisa disimpulkan gedung ini memiliki arti lima prinsip dalam menegakkan pendidikan di UGM yang ditandai dengan nama panca dharma. Fungsi
yang awalnya sebagai asrama mahasiswa diubah ke fungsi sebagai perkuliahan. Filosofi lainnya gedung ini dibangun berdasarkan gaya belanda dan
diarsitektur oleh orang asli indonesia. Gedung ini menjadi sejarah dan saksi bisu
pergerakan awal pendidikan Universitas Gadjah Mada.
Disusun dan ditulis oleh:
1. Verry Mardiyanto (10/298471/DSA/04936)
2. Endra Permana (10/303853/DSA/04980)
3. Jatmo Sukodono J.P. (10/303905/DSA/05003)
4. Sauman Zainal Arifin (10//DSA/)
5. Hanif Aulia R. (10//DSA/)