Minggu, 05 Februari 2012

Pengetahuan Kelautan

Kelautan

     Penelitian tentang laut telah mengalami cukup peningkatan, namun eksplorasi penelitian tersebut diperkirakan baru mencapai sekitar 5 persen laut dunia. Diperkirakan antara satu sampai 50 juta spesies biota laut dunia hingga kini belum teridentifikasi. Oleh karena itu, Indonesia masih belum optimal memanfaatkan kekayaan laut. Sedangkan kita dalam mendayagunakan sumber daya kelautan belum efisien atau sering kali pemanfaatan sumber daya tersebut bersifat merusak kelestarian lingkungan, sehingga nampak tanda-tanda kerusakan lingkungan muncul di berbagai kawasan laut dunia. Meskipun kerusakan belum separah yang terjadi di daratan, namun gejala pencemaran (pollution), intensitas penangkapan ikan melebihi kemampuan daya pulih (overfishing), dan degradasi fisik habitat utama laut pesisir (seperti terumbu karang, hutan mangrove) di beberapa kawasan laut dunia telah mencapai tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem laut guna mendukung kehidupan manusia. Wilayah laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, sehingga GBHN (Garis Besar Haluan Negara) Tahun 1993 mencantumkan masalah kelautan, dan kemudian Pemerintah Indonesia mendirikan Departemen Kelautan dan Perikanan. Undang-undang No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah. Pencantuman masalah kelautan dalam GBHN tersebut, Pemerintah mulai memperhatikan pembangunan kelautan untuk menunjang kesejahteraan rakyat dengan beberapa alasan, antara lain :
     Keanekaragaman hayati, pelestarian hayati, pusat pertumbuhan ekonomi, devisa negara, lapangan kerja, industri perikanan.
   Perangkat peraturan perundang-undangan mengenai hukum laut terkait dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya di wilayah perairan Republik Indonesia telah cukup sebagai pedoman arah kegiatan pemanfaatan untuk tercapainya tujuan nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari pengaturan yang telah ada, di antaranya:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia; 
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI);


Keanekaragaman Hayati Laut

      Pengertian kelautan mengacu pada konsep batas daratan dan laut. Konsep kelautan telah ada aturan-aturan yang ditetapkan secara undang-undang untuk dikelola secara lestari guna menjaga ekosistem yang berkelanjutan. Dengan demikian pemahaman kelautan adalah suatu aktivitas untuk membantu perencanaan, pengambilan keputusan, pengawasan, dan keperluan lain pada batas ruang lingkup wilayah kelautan mulai daratan (rata-rata pasang surut) sampai ke laut lepas sesuai klaim negara. Otonomi daerah adalah kebijakan pemerintah Indonesia dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan negara, di mana hal itu merupakan manifestasi dari konsep desentralisasi pemerintahan. Dampak pengelolaan kelautan perlu memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati, sehingga pengelolaan tersebut merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam bidang kelautan.

Daftar Pustaka

Dahuri, Rokhmin. (2003). Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

DKP, (2005). Gema Mina Ditjen Perikanan Tangkap, Berita DKP 7 Desember 2005 10:29.
http://www.indonesia.go.id/newsDetail2.php?ind_cparentid=0&ind_nid=441&mainAct=3&listAct=3 Diakses tgl 13-04—2006

Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (penjelasan).  
http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/pp2000/pp025-2000.html diakses tgl 13-04-2006

Pujiyati, Sri. (2001). Pembangunan Perikanan Laut di Indonesia. (Makalah Falsafah Sains – Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor). Posted 3 Desember 2001. [diakses 4-3-2007]

Satria, Arif dkk., (2002). Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta: Pusat Kajian Agraria IPB & Governance Reform & Pustaka Cidesindo.

Sinar Harapan, (2002). Indonesia Butuh Teknologi Pemetaan Andal: Sengketa Sipadan-Ligitan Mestinya Tak Perlu Terjadi. 
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0207/24/ipt01.html [akses 5-4-007]
Kompas. (2007). Strategi Militer: Asia Jadi Titik Terpanas di Dunia. Kompas Minggu, 26 Agustus 2007.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentari ya.....